.


Selasa, 04 Januari 2011

Mandinya Seorang Perempuan Yang Menyanggul Rambutnya

Hadits Ummu Salamah ini jelas menunjukkan tidak wajib melepas ikatan rambut atau kepang rambut atau sanggul ketika seorang wanita mandi dari janabat. Demikianlah yang diamalkan dipahami oleh para ulama. Imam at-Tirmidzi mengatakan: "Demikian inilah yang diamalkan dipahami oleh para ulama. Yaitu bila seorang wanita mandi dari janabat, lalu tidak melepas kepang rambutnya, maka mandinya sah setelah menyiram air ke atas kepalanya Ibnul Qayyim berkata: "Hadits Ummu Salamah ini menunjukkan, bahwa wanita tidak wajib melepas kepang rambutnya untuk mandi janabat. Dan ini telah disepakati para ulama, kecuali yang dikisahkan dari 'Abdullah bin 'Amru dan Ibrahim an-Nakha'i. Bahwasanya keduanya mengatakan, wanita harus melepasnya. Namun (demikian), tidak diketahui adanya kesepakatan di antara keduanya. 'Aisyah sendiri mengingkari pendapat 'Abdullah dan berkata: 'Aneh sekali Ibnu 'Amru ini. (Dia) memerintahkan wanita bila mandi untuk melepas kepang rambutnya. Sekaligus saja ia perintahkan para wanita untuk mencukur gundul kepala mereka. Aku, dulu, pernah mandi bersama Rasulullah n dari satu bejana. Aku menyiramkan air ke kepalaku tidak lebih dari tiga kali'."

Suami Isteri Wajib Mandi Setelah Jima Walaupun Tidak Orgasme, Mencampuri Isteri Setelah Melahirkan
Laki-laki wajib mandi karena telah orgasme. Adapun wanita tidak wajib mandi. Karena syarat wajibnya mandi ialah memasuki. Seperti diketahui bahwa letak khitan ialah pucuk penis hingga sekitar pergelangan penis. Jika memang demikian, maka tidak bisa menyentuh tempat khitan wanita kecuali setelah pucuk penis memasukinya. Karena itu, kita mensyaratkan tentang wajibnya mandi karena persetubuhan bila pucuk kemaluan telah masuk. Disinyalir pada sebagian lafazh (redaksi) hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash. "Jika dua khitan (atau kemaluan) telah bertemu dan pucuk penis telah masuk, maka wajib mandi." Adapun orang yang telah mandi janabah kemudian mani keluar darinya setelah mandi, maka dia sudah cukup dengan mandinya tersebut dan ia tidak wajib mandi lagi. Ia hanya wajib beristinja dan berwudhu’,

Isteri Tidak Bersuci Dengan Baik, Hukum Bersuci Setelah Bercumbu, Tempat Tidur Yang Ternoda

Penanya tidak menyebutkan dalam pertanyaannya bahwa ia merasa sperma keluar karena mencumbui isterinya. Ia hanyalah menyebutkan bahwa dia melihat cairan di celana dalam-nya. Tampaknya, wallaahu a’lam, bahwa apa yang dilihatnya adalah madzi, bukan mani. Madzi adalah najis yang mengharuskan untuk menyuci kemaluan, dan tidak membatalkan puasa menurut pendapat yang shahih dari pendapat-pendapat para ulama. Ia juga tidak wajib mandi karenanya. Adapun jika yang keluar adalah mani, maka ia wajib mandi dan membatalkan puasa. Mani adalah suci, hanya saja ia kotor dan disyari’atkan mencuci bagian pakaian atau celana yang terkena mani. Orang yang berpuasa disyari’atkan menjaga puasanya dengan meninggalkan segala hal yang akan membangkitkan syahwatnya, seperti bercumbu dan sejenisnya.

Seorang Pria Menyetubuhi Isterinya Setelah Haidh Dan Nifas Sebelum Bersuci (Mandi Wajib)

Persetubuhan yang dilakukan seorang pria terhadap isterinya yang sedang haidh adalah haram berdasarkan Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman. “ Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, ‘Haidh itu adalah suatu kotoran’. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh” . Maksud ayat ini adalah larangan untuk menyetubuhi wanita yang sedang haidh. Al-Mahidl artinya adalah tempat keluarnya darah haidh yaitu faraj (kemaluan), dan jika seorang pria berani menyetubuhi isterinya yang sedang haidh itu maka hendaknya pria itu bertaubat dan tidak mengulangi perbuatan itu lagi, kemudian pria itu dikenakan kaffarah (denda) sebanyak satu dinar atau setengah dinar berdasarkan hadits marfu Ibnu Abbas tentang pria yang menyetubuhi isterinya yang sedang mendapatkan haidh.

Kewajiban Wanita Nifas Pada Akhir Masa Nifas, Jika Darah Nifas Berubah Menjadi Cairan Lain
 
Cairan ini yang berwarna kekuning-kuningan atau cairan seperti lendir, selama belum nampak kesucian yang jelas dan nyata maka hukum cairan itu dikategorikan sebagai darah nifas, dengan demikian wanita itu belum dikatakan suci sebelum terhentinya aliran cairan berwarna kekuning-kuningan ini, jika cairan ini berhenti dan ia telah mendapatkan kesuciannya yang jelas dan nyata, maka wajib baginya untuk mandi, shalat dan puasa walaupun kesucian itu ia dapatkan sebelum empat puluh hari. Adapun masalah yang diduga oleh sebagian wanita, bahwa seorang wanita harus tetap meninggalkan shalat hingga mencapai empat puluh hari, walaupun ia telah mendapatkan kesuciannya sebelum empat puluh hari itu, adalah dugaan yang salah dan tidak benar
Jika Darah Nifas Terus Mengalir Setelah Empat Puluh Hari
Jika wanita nifas telah mendapatkan kesuciannya (tidak mengeluarkan darah nifas lagi) sebelum mencapai hari ke empat puluh maka ia harus mandi, shalat serta puasa dan bagi suaminya dibolehkan untuk mencampurinya, dan jika ia tetap mengeluarkan darah setelah empat puluh hari maka ia tetap menganggap dirinya dalam keadaan suci, karena hari ke empat puluh dianggap hari terakhir dari masa nifas menurut pendapat yang lebih kuat di antara dua pendapat para ulama. Sementara darah yang keluar setelah empat puluh hari dianggap darah penyakit dan hukumnya sama dengan hukum darah istihadhah, kecuali jika darah itu keluar sebagai darah haidh yang menyusul darah nifas, maka pada saat itu ia dianggap dalam keadaan haidh yang harus meninggalkan shalat dan puasa serta diharamkan suaminya untuk mencampurinya.

Sumber: http://www.almanhaj.or.id

Baca Yang Ini Juga Ya...



0 komentar:

Posting Komentar

Adab Berkomentar:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga perkara pula.
Allah meridhai kalian bila kalian:
(1) Hanya beribadah kepada Allah semata, (2) Dan tidak mempersekutukan-Nya, (3) Serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya, dan janganlah kalian berpecah belah
Dan Allah membenci kalian bila kalian:
(1) Suka qiila wa qaala (berkata tanpa dasar), (2) Banyak bertanya (yang tidak berfaedah), (3) Menyia-nyiakan harta”
(HR. Muslim no. 1715)

  © Blogger template 'TotuliPink' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP  

;